TUGAS TAUHID
AKAL DAN WAHYU
Disusun Oleh
Irsalina
Santi Khasanah (15650008)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI TEKNIK
INFORMATIKA
TAHUN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Akal dan wahyu digunakan oleh manusia untuk membahas ilmu pengetahuan. Akal
digunakan manusia untuk bernalar. Sedangkan wahyu digunakan sebagai pedoman dan
acuan dalam berpikir. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan salah satu hal yang
tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Manusia membutuhkan ilmu
pengetahuan karena pada dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang
diberikan Allah SWT yaitu akal.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Hal yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal. Manusia diberi kemampuan
oleh Allah untuk berpikir. Akal yang dimiliki manusia digunakan untuk memilih,
mempertimbangkan, dan menentukan jalan pikirannya sendiri. Dengan menggunakan
akal, manusia mampu memahami Alqur’an yang diturunkan sebagai wahyu oleh Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan akal pula, manusia mampu menelaah sejarah
Islam dari masa ke masa dari masa lampau. Akal juga digunakan untuk membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk.
Tak dapat dipungkiri, bahwa akal mempunyai kedudukan dalam wilayah agama,
yang penting dalam hal ini, menentukan dan menjelaskan batasan-batasan akal,
sebab kita meyakini bahwa hampir semua kaum Muslim berupaya dan berusaha
mengambil manfaat akal dalam pengajaran agama dan penjelasan keyakinan agama
secara argumentatif.
Seperti yang kita ketahui, wahyu adalah petunjuk yang diturunkan oleh Tuhan
kepada manusia untuk membimbingnya menuju kebenaran. Sedangkan akal adalah
sesuatu yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk digunakan berpikir menuju
kebenaran. Karena keduanya berasal dari satu Tuhan yang sama untuk satu
tujuan yang sama pula yaitu kebenaran, maka mustahil keduanya bertentangan.
Sebab dua buah kebenaran tidak mungkin bertentangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Akal
dan Wahyu
A.
Akal
a. Pengertian
Akal
Kata akal berasal dari bahasa
Arab al-‘aql yang berarti paham, mengerti, atau berfikir. Kata ini indentik
dengan kata nous dalam bahasa yunani yang bearti daya pikir yang terdapat dalam
jwa manusia. Pada zaman jahiliyah term akal digunakan dalam arti kecerdasan
praktis, yang dalam istilah psikologis disebut kecakapan memecahkan masalah.1
Menurut Dr.Zaki Nazib Mahmud,
akal adalah menghubungkan peristiwa dengan sebab akibat atau konklusinya.
Hubungan sebab akibat, maksusnya, akal mengembalikan peristiwa yang nampak kepada
sebab terjadinya peristiwa itu. Sedangkan dimaksud dengan hubungan konklusi
ialah akal melihat masa depan dengan memusatkannya pada peristiwa-peristiwa
yang serupa. Namun, jika indera melihat sesuatu yang sudah nyata dan diketahui,
kemudian berhenti disitu, dalam hal ini tidak ada yang disebut akal.2
b. Fungsi Akal
1)
Tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
2)
Alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku
yang benar.
3)
Alat penemu solusi ketika permasalahan datang.
Dan masih
banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin
penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan
setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan
dikerjakan tersebut. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman
tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan pada akal, iman harus
berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akallah yang menjadi sumber
keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa.
c.
Kekuatan
Akal
1) Mengetahui
Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
2) Mengetahui
adanya kehidupan di akhirat.
3) Mengetahui
bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Tuhan dan berbuat
baik, sedang kesengsaran tergantung pada tidak mengenal Tuhan dan pada
perbuatan jahat.[1]
4) Mengetahui
wajibnya manusia mengenal Tuhan.
5) Mengetahui
kewajiban berbuat baik dan kewajiban pula menjauhi perbuatan jahat untuk
kebahagiannya di akhirat.
6) Membuat
hukum-hukum yang membantu dalam melaksanakan kewajiban tersebut.
B. Wahyu
a.
Pengertian
Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan
bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan.3
Dan ketika Al-Wahyu berbentuk
masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu
sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang
terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul
wahyu Allah terhada Nabi-NabiNYA ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan
kepada Nabi.4
Menurut Muhammad Abduh dalam
Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan
oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang
dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma
seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang
dimaksut memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana
cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik
dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di
terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata
yang diberikan allah kepada nabi-nabiNYA untuk melindungi diri dan pengikutnya
dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti
bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT
c. Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki
kekuatan, tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu
wahyu diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
1) Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada
karena pemberian Allah.
2) Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3) Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4) Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang
adanya alam ghaib.
5) Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.5
Akal
dan wahyu menjadi pembahasan polemis dikalangan pateologi Islam. Pembahasan
tentang akal menyangkut empat hal berikut ini :
1.
Dapatkah
akal mengetahui Tuhan?
2.
Kalau
dapat, apakah akal dapat mengetauhi kewajiban berterima kasih kepada Tuhan?
3.
Dapatkah
akal mengetahui yang baik dan buruk?
4.
Kalau
dapat, apakah akal dapat mengetahui kewajiban berbuat baik dan buruk itu?6
Kaum Mu’tazilah berpendapat,
semua persoalan di atas dapat diketahui oleh akal manusia. Dengan perantara
akal yang sehat dan cerdas seseorang dapat mencapai makrifat atau mengetahui
adanya Tuhan dan dapat pula mengetahui yang baik dan buruk. Bahkan, sebelum
wahyu turun, orang sudah harus wajib bersyukur kepada Tuhan, Menjauhi yang
buruk dan mengerjakan yang baik.7
Berbeda
dengan Muktazilah, kaum Asy’ariah bependapat, akal memang dapat mengetahui
adanya Tuhan, tetapi akal tidak dapat mengetahui cara berterima kasih kepada
Tuhan, tidak tahu mengerjakan yang baik dan yang buruk, tidak tahu bagaimana
kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk itu. Untuk mengetahui
hal-hal tersebut diperlukan wahyu. Melalui wahyulah manusia bisa mengetahuinya.
Tanpa wahyu, Manusia tidak akan tahu.
Golongan
Maturidaiah Samarkand berpendapat, akal dapat mengetahui adanya Tuhan,
kewajiban mengetahui dan berterima kasih kepada Tuhan, dan mengetahui baik dan
buruk. Tetapi akal tidak dapat mengetahui bagaimana kewajibanberbuat baik dan
meninggalkan hal yang buruk. Untuk hal yang terakhir ini hanyandapat diketahui
dengan wahyu. Karena itu, wahyu sangat diperlukan untulk menjelaskannya.
Golongan
Maturidiah Bukhara lain lagi. Menurt mereka, akal dapat mengetahui adanya Tuhan
dan yang baik dan yang buruk. Tetapi akal tidak dapat mengetahui kewajiban
berterima kasih kepada Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang
buruk.Untuk mengetahui kewajiban itu diperlukan wahyu.
Dari
Uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan pandangan
tentang posisi dan kedudukan akal. Ada yang menempatkannya pada posisi yang
tinggi dan kuat (muktazilah dan maturidiah Samarkand) ; ada yang memandangnya
sengat lemah (Asy’ariah).9
Perbedaan
Pandangan mereka tentang kedudukan akal otomatis membawa kepada perbedaan
pandangan tentang kedudukan wahyu. Makin kuat kedudukan akal dalam pandangan suatu
aliran, makn lemah kedudukan wahyu. Sebaliknya, makin lemah kedudukan akal
beart wahyu menempati posisi yang kuat.
Golongan
Mu’tazilah berpendapat, wahyu berfungsi untuk memperpendek jalan mengetahui
keberadaan Tuhan dan untuk mengingatkan manusia akan kewajiban-kewajibannya.
Semua masalah yang dikemukakan di atas, sudah dapat diketahui akal.
Karena
itu, tanpa wahyu pun tidak mengapa. Namun, Mu’tazilah tetap memandang wahu
sangat penting untuk menjelaskan rincian dari keempat masalah tersebut. Meskipun
Mu’tazilah dikenal rasional dan mengadalkan akal sserta
menempatkannya pada
posisi yang tinggi. Namun mereka mengakui pula kelemahan akal dan pentingnya
wahyu. Akal, meskipun dapat mengetahui keempat persoalan diatas, namun
rinciannya secara detail tidak dapat diketahui akal dengan pasti. Untuk itu,
wahyu menjadi penting.
Menurut
Asy’ariah, wahyu sangat penting dan menentukan. Manusia tidak akan dapat mengetahui kewajiban kepada Tuhan,
baik dan buruk, tanpa wahyu. Karena itu, bagi golongan ini, kedudukan wahyu
sangat tinggi.
Maturidah
Samarkand lebih dekat kepada Mu’tazilah. Bagi mereka kedudukan wahyu agak
lemah. Wahyu diperlukan untuk mengetahui kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
manusia dalam melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan-perbuatan-perbuatan
buruk. Sedangkan Maturidiah Bukhara memandang kedudukan wahyu lebih kuat
daripada Maturidiah Samakand. Bagi mereka, wahyu sangat diperlukan untuk
mengetahui kewajiban berterimakasih kepada Tuhan dan kewajibannya melaksanakan
yang baik dan menjauhi yang buruk. Dengan kata lain, wahyu, diperlukan manusia
untuk mengetahui kewajiban-kewajibannya.10
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akal adalah
daya pikir untuk memahami sesuatu, yang di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa
pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah juga bisa benar. Wahyu adalah
firman Allah yang disampaikan kepada nabi-Nya baik untuk dirinya sendiri maupun
untuk disampaikan kepada umat. Pengetahuan adalah hubungan subjek dan objek,
sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji secara ilmiah dan
kebenarannya jelas. Akal dan wahyu digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
bagi umat manusia. Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat
bertemu dan bahkan saling berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya harus
berpisah. Pada saat wahyu merekomendasikan berkembangnya sains dan lestarinya
budaya dengan memberikan ruang kebebasan untuk akal agar berpikir dengan
dinamis, kreatif dan terbuka, disanalah terdapat ruang bertemu antara akal dan
wahyu. Sehingga hubungan antara akal dan wahyu tidak bertentangan akan tetapi
sangat berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, bahkan kedua-duanya
saling menyempurnakan.
[1] Harun
Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, UI Pres, Jakarta, 1986, hlm.6-8
2 Abdul Salim Mukrim, Pemikiran Islam:Antara Akal dan Wahyu,
Sarana Perkasa, Jakarta, hlm.7-8
3Nasution, Harun, Akal
dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua, 1986.
4 Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan), UI Press, Jakarta,cet.V,1986
6Drs.H.M. Asmuni Yusron, Ilmu Tauhid, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, hlm.154
7Harun Nasution, Teologi Islam, UI Press, Jakarta, hlm.81